Ekspor Pertambangan Naik 35 Persen

Pendapatan ekspor di sektor pertambangan migas dan nonmigas senilai US$ 22,5 miliar (sekitar Rp 202,5 triliun) pada semester I 2008.

 

Angka tersebut mengalami kenaikkan sebesar 35 persen dari semester I tahun lalu bernilai US$ 16 miliar.


Di bidang migas, pada semester I 2008 pendapatan ekspor sebesar US$ 16 miliar, naik 65,3 persen dari tahun lalu sebesar US$ 9,7 miliar.


Sedangkan, pendapatan di sektor pertambangan nonmigas (mineral dan batu bara),  semester I senilai US$ 6,5 miliar, naik 5 persen. Total pendapatan tahun lalu US$ 12 miliar.

 

"Diperkirakan hingga akhir tahun pendapatan ekspor mineral dan batu bara akan mencapai

 

US$ 13 miliar," ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan,

Diah Maulida di Jakarta, Rabu (20/8).


Terkait dengan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, dinyatakan Diah, pemerintah

saat ini sedang menggenjot ekspor pertambangan. Kemudian, Pemerintah akan melihat

kebutuhan batu bara dalam negeri.


"Kami akan lihat roadmap-nya, harus ada keseimbangan," ujarnya.


Diah menjelaskan, apabila ekspor sumber daya mineral dan batu bara dilarang.

Sementara pasar dalam negeri belum ada, potensi produksi pertambangan nasional

akan tak termanfaatkan.


"Semuanya akan dilakukan bertahap. Jika kewajiban mengolah bahan mentah di dalam

negeri berlaku maka dengan begitu yang diekspor barang jadi, kami akan lihat ke depan," ujarnya.

Verifikasi

Sementara itu, Direktur Pembinaan Pengusaha Mineral dan Batu Bara, Bambang

Gatot Ariyono mengatakan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menerima laporan

tidak tertulis dan tidak resmi yang menyatakan adanya perbedaan pendataan jumlah perusahaan pertambangan dan barang tambang.


Oleh karena itu, mengamankan sumber daya mineral dan batu bara nasional. Menteri

Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No 14/2008 yang

mewajibkan semua barang tambang melewati verifikasi eskpor sebelum muat barang.


"Tujuan verifikasi adalah mengurangi kegiatan pertambangan ilegal dan penyelundupan

barang tambang. Verifikasi dapat mengontrol berapa jumlah barang tambang

sesungguhnya," ujar Diah.


Dilanjutkannya, verifikasi juga bertujuan meningkatkan nilai tambah sektor pertambangan

melalui pemetaan. Mengetahui spesifikasi, volume, potensi produk tambang sebagai

masukan dalam penyusunan kebijakan lebih lanjut.


Program verifikasi dilakukan oleh pemerintah daerah setempat dan sudah berjalan

selama sebulan.


"Baru, sebulan jadi kami belum mendapatkan data berapa jumlah barang tambang

tidak resmi," ujarnya.


Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Tambang Batu Bara Indonesia Jefrey Mulyono

mengharapkan peraturan baru pemerintah itu tidak memperumit perusahaan yang

dikhawatirkan mengganggu kegiatan ekspor.


"Jangan sampai perusahaan resmi terhambat kegiatan ekspornya karena lamanya

verifikasi. sementara perusahaan ilegal malah menjadi aman," ujarnya.

( Sumber : Suara Pembaruan , http://www.suarapembaruan.com/last/index.html)