Menyulap Panas Bumi Menjadi Listrik

Saat ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencoba membangun tren pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy). Misalnya, ya soal panas bumi itu. Alasannya, manusia tidak bisa lagi hanya mengandalkan energi dari fosil untuk memproduksi listrik.

Pemahaman soal energi panas bumi akhirnya sedikit terpenuhi ketika bertugas meliput di Desa Pangolombian, Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), (14-16 April 2009). Perjalanan liputan menggunakan mobil minibus menghabiskan waktu sekitar hampir dua jam dari Kota Manado ke lokasi. Tempatnya yang berada di kawasan perbukitan dan sejuk membuat saya terpesona dengan keindahan alam di sana.


Dalam kesempatan itu, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro meresmikan pembangkit tenaga listrik panas bumi (PLTP) Lahendong 2 (LHD-2) berkapasitas 1x20 mega watt (MW). Proyek ini dibangun dengan life operation selama 30 tahun. Selain itu, Menteri juga meresmikan uji operasi PLTP Lahendong 3 (LHD-3). PLTP itu diresmikan sebagai upaya menutupi kekurangan pasokan listrik, meski itu masih belum mencukupi pasokan listrik seluruh Minahasa.

PLTP LHD-2 merupakan pengembangan PLTP LHD-1 yang memberi kontribusi signifikan untuk memenuhi pasokan listrik di Provinsi ini. "Dengan demikian baru sekitar 7,5% potensi panas bumi dimiliki Sulut yang telah dimanfaatkan. Terkait itu, pemerintah akan mendorong pemanfaatan potensi panas bumi dalam program percepatan (fast track) pembangunan pembangkit 10 ribu MW tahap II," kata Purnomo dalam sambutan peresmiannya, Rabu (15/4).

PLTP LHD-2 telah beroperasi sejak 17 Juni 2007. Pembangunan proyek menyerap 607 tenaga kerja dengan nilai investasi proyek sebesar US$ 28 juta melalui pendanaan ADB. Sedangkan nilai proyek PLTP LHD-3 sebesar US$ 36 juta dari pendanaan JBIC. LHD-3 menyerap 565 tenaga kerja.


Purnomo menjelaskan, pemanfaatan energi panas bumi baru mencapai 3,7%, dari total potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia, sebesar 27 ribu MW. Sulut berada di jajaran gunung berapi aktif, sehingga potensi panas buminya melimpah. Potensi yang dapat dikembangkan mencapai 793 MW, atau lima kali beban puncak di sistem Minahasa. Sedangkan Indonesia memiliki potensi 40% energi panas bumi di dunia. Oleh karena itu, komposisi program fast track 10 ribu MW tahap II akan memperbesar proyek panas bumi menjadi 47%. Batubara 27%, gas 15%, dan air 12%. Saat ini terdapat 16 wilayah kerja sama untuk proyek panas bumi yang terbuka untuk BUMN dan swasta.


Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang mengatakan, Sulut membutuhkan pasokan listrik memadai. "Saat ini masih perlu penambahan daya listrik di Sulut, dengan 377 ribu pelanggan. Sedangkan daftar tunggu pelanggan mencapai 13 ribu, jadi kebutuhan listrik mencapai antara 88-89 MW," kata dia.


Sarundajang menambahkan, sebagai daerah tujuan wisata dan tempat pertemuan skala internasional, pasokan listrik yang memadai di Sulut sangat dibutuhkan. Pada Mei ini, Sulut akan menjadi tuan rumah World Ocean Conference (WOC). Sedangkan pada Agustus akan ada acara Sail Bunaken, yang bakal menghadirkan ratusan kapal-kapal perang terbaik berbagai negara berikut ratusan awak kapal. Bahkan, dikabarkan kapal induk Amerika Serikat akan mampir ke Perairan Celebes Utara ini. Tentu saja pasokan listrik amat dibutuhkan.

Byar Pet


Kekurangan pasokan listrik memang benar-benar terjadi di Sulut. Saya bersama rombongan panitia dan wartawan lain diinapkan di Quality Hotel Manado, Jl. Piere Tendean, Boulevard Manado. Di tiga lift hotel tersebut, terpampang secarik kertas pemberitahuan bagi tamu hotel. Intinya memohon maklum atas ketidaknyaman para tamu. Pasalnya di situ tertulis ada pemadaman sebanyak dua kali, antara siang dan malam, untuk mengalihkan listrik dari genset ke PLN, atau sebaliknya.


Awalnya saya sempat kaget ketika tiba-tiba lampu dan televisi di kamar hotel saya padam, lalu nyala lagi dalam hitungan detik. "Masak hotel kayak gini mati lampu? Mana lagi isi batere hp yang lowbat. Wah, gimana nanti para tamunya ya. Bisa gak kerasan tuh," pikir saya.

Namun akhirnya saya mengerti mengapa itu terjadi, setelah membaca kertas pemberitahuan itu di lift. Kalau begitu, layaklah upaya pemerintah ini didukung semua pihak. Soalnya kebutuhan listrik di era teknologi saat ini sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat.

Teknis Sulap


Begini ringkasan cara kerja energi panas bumi itu. Uap yang dihasilkan dari sumur-sumur produksi Pertamina dialirkan ke unit pemisah (scrubber) dan demister, guna memisahkan butiran-butiran padat atau air yang terkandung dalam uap.


Kemudian uap bersih dengan tekanan +- 7.13 bar abs (LHD-3) dan +-8.35 bar abs (LHD-2), laju massa +-153t/hr (LHD-3) dan +-148 (LHD-2), serta temperatur +-165C (LHD-3) dan +-172C (LHD-2) dialirkan ke turbin. Turbin menggerakkan generator dan menghasilkan daya listrik nominal 20 MW pada tegangan 11 kilo volt (kV).


Selanjutnya, uap keluaran turbin dialirkan ke dalam kondensor. Proses kondensasi berlangsung dengan metode perpindahan panas dengan kontak langsung, antara uap dan air pendingin yang berasal dari menara pendingin. Air hasil kondensasi dialirkan ke menara pendingin menggunakan dua pompa hotwell, untuk pendinginan kembali dengan temperatur 29,5C.

Sedangkan gas-gas yang tidak dapat dikondensasikan dialirkan ke unit pemisah gas. Selanjutnya dibuang ke lingkungan. Air dingin tersebut dipakai untuk proses kondensasi lagi dan sebagian diinjeksikan ke sumur injeksi milik Pertamina.

Sumber:

http://secangkir-teh-nikmat.blogspot.com/2009/04/menyulap-panas-bumi-menjadi-

listrik.html

selasa, 28/4/2009, 1:50 PM